🔍
MTS NU MIFTAHUL ULUM MARGASARI
📢

24 November 2025

Pembiasaan Salat Zuhur Berjamaah di MTs NU Miftahul Ulum Margasari

 


Menanamkan Disiplin, Akhlak, dan Ketenangan Sejak Dini

Sebagai lembaga pendidikan bercorak keislaman di bawah naungan Nahdlatul Ulama, MTs NU Miftahul Ulum Margasari berkomitmen menghadirkan pendidikan yang seimbang antara kecerdasan intelektual dan pembinaan akhlak. Sebab, sebagaimana diungkapkan oleh Buya Hamka, ilmu yang tidak membentuk akhlak hanya akan melahirkan kepandaian tanpa arah. Maka pendidikan sejati adalah pendidikan yang menyentuh hati.

Salah satu upaya sekolah untuk memupuk karakter islami ialah melalui pembiasaan Salat Zuhur berjamaah yang dilaksanakan setiap hari sebelum siswa pulang sekolah.

 

Mengakhiri Pelajaran dengan Ketenangan

Setiap hari, ketika bel pelajaran terakhir berbunyi, para siswa diarahkan menuju masjid sekolah dengan tertib. Di sana, guru-guru sudah siap mendampingi, membimbing, dan memastikan suasana tetap beradab. Kebiasaan ini bukan hanya rutinitas, tetapi latihan pembentukan karakter yang dilakukan secara konsisten.

Namun, sebagaimana anak-anak pada umumnya—dan terlebih di usia remaja—dinamika mereka pun unik dan penuh warna. Ada sebagian siswa yang terkadang masih bercanda atau saling menggoda saat berbaris menuju masjid. Bahkan sesekali, ketika menunggu iqamah, ada yang tertawa kecil atau saling senggol. Sesuatu yang wajar dalam masa pencarian jati diri dan proses bertumbuh.

Guru-guru pun memahami hal itu. Mereka tidak serta-merta memarahi, tetapi membimbing dengan kelembutan. Karena pendidikan bukan hanya tentang menegur kesalahan, melainkan mengarahkan dengan kesabaran. Seperti kata Buya Hamka, “Tidak ada anak yang nakal. Yang ada hanya anak yang belum menemukan bimbingan yang tepat.”

 

Saf yang Rapat, Hati yang Dirangkul

Begitu salat dimulai, suasana berubah menjadi lebih tenang. Saf-saf dirapatkan, anak-anak berdiri sejajar tanpa perbedaan. Di sinilah nilai persamaan dan kebersamaan ditanamkan. Bahkan siswa yang sebelumnya masih bercanda perlahan belajar untuk menata sikapnya ketika imam mengucapkan takbir.

Guru-guru menyadari bahwa kekhusyukan adalah proses, bukan hasil instan. Ada yang sudah serius sejak awal, ada yang perlu waktu untuk menyesuaikan diri, dan ada pula yang masih belajar mengendalikan diri dari godaan bercanda. Tetapi semuanya bergerak menuju arah yang benar.

Inilah indahnya pembiasaan: tidak mengharapkan kesempurnaan, tetapi mengajak untuk terus belajar setiap hari.

 

Pelajaran Akhlak dalam Setiap Gerakan

Melalui kegiatan ini, siswa mendapatkan banyak nilai penting:

1. Disiplin Waktu

Salat Zuhur mengajarkan bahwa hidup memiliki batas waktu. Kewajiban harus didahulukan sebelum kegiatan lainnya.

2. Kebersamaan yang Tulus

Bercanda adalah hal biasa bagi remaja, tetapi saat salat dimulai, mereka belajar menghormati ibadah bersama.

3. Tanggung Jawab Diri

Siswa dibimbing untuk memahami bahwa kekhusyukan bukan hanya tuntutan guru, tetapi kebutuhan jiwa mereka sendiri.

4. Pematangan Emosi

Dari sering bercanda menjadi lebih terkendali, dari tidak serius menjadi mampu menyesuaikan diri—semua adalah tahapan pendewasaan.

 

Pulang dengan Hati yang Lebih Lapang

Setelah salat selesai, para siswa meninggalkan masjid dengan hati yang lebih tenang. Bahkan anak-anak yang tadinya bercanda pun sering kali tampak lebih rileks dan tertib. Orang tua menyambut mereka di rumah dengan suasana hati yang lebih lembut.

Sekolah yakin bahwa pembiasaan ini adalah investasi moral. Kelak, anak-anak yang terbiasa menegakkan salat akan lebih mudah diarahkan menuju kebaikan dan lebih kuat menghadapi tantangan hidup.

Membiasakan Ibadah, Membangun Kepribadian

MTs NU Miftahul Ulum Margasari percaya bahwa pendidikan karakter tidak lahir dari teori semata, tetapi dari praktik yang konsisten. Dan pembiasaan salat berjamaah adalah salah satu pilar pembentukan pribadi.

Di usia remaja, bercanda dan bermain adalah hal wajar. Tetapi dengan bimbingan yang lembut dan telaten, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang matang, berakhlakul karimah, dan mengetahui kapan harus serius serta kapan boleh bergembira.

Sebagaimana cahaya lilin yang menerangi dalam kesunyian, demikian pula diharapkan para siswa kelak menjadi penerang bagi lingkungan mereka—tumbuh dengan kecerdasan, kesantunan, dan ketakwaan.

 


No comments:

Post a Comment