Menanamkan Disiplin, Akhlak, dan Ketenangan Sejak Dini
Sebagai lembaga pendidikan bercorak keislaman di bawah
naungan Nahdlatul Ulama, MTs NU Miftahul Ulum Margasari berkomitmen
menghadirkan pendidikan yang seimbang antara kecerdasan intelektual dan
pembinaan akhlak. Sebab, sebagaimana diungkapkan oleh Buya Hamka, ilmu yang
tidak membentuk akhlak hanya akan melahirkan kepandaian tanpa arah. Maka
pendidikan sejati adalah pendidikan yang menyentuh hati.
Salah satu upaya sekolah untuk memupuk karakter islami ialah
melalui pembiasaan Salat Zuhur berjamaah yang dilaksanakan setiap hari
sebelum siswa pulang sekolah.
Mengakhiri Pelajaran dengan Ketenangan
Setiap hari, ketika bel pelajaran terakhir berbunyi, para
siswa diarahkan menuju masjid sekolah dengan tertib. Di sana, guru-guru sudah
siap mendampingi, membimbing, dan memastikan suasana tetap beradab. Kebiasaan
ini bukan hanya rutinitas, tetapi latihan pembentukan karakter yang dilakukan
secara konsisten.
Namun, sebagaimana anak-anak pada umumnya—dan terlebih di
usia remaja—dinamika mereka pun unik dan penuh warna. Ada sebagian siswa yang
terkadang masih bercanda atau saling menggoda saat berbaris menuju masjid.
Bahkan sesekali, ketika menunggu iqamah, ada yang tertawa kecil atau saling
senggol. Sesuatu yang wajar dalam masa pencarian jati diri dan proses
bertumbuh.
Guru-guru pun memahami hal itu. Mereka tidak serta-merta
memarahi, tetapi membimbing dengan kelembutan. Karena pendidikan bukan hanya
tentang menegur kesalahan, melainkan mengarahkan dengan kesabaran. Seperti kata
Buya Hamka, “Tidak ada anak yang nakal. Yang ada hanya anak yang belum
menemukan bimbingan yang tepat.”
Saf yang Rapat, Hati yang Dirangkul
Begitu salat dimulai, suasana berubah menjadi lebih tenang.
Saf-saf dirapatkan, anak-anak berdiri sejajar tanpa perbedaan. Di sinilah nilai
persamaan dan kebersamaan ditanamkan. Bahkan siswa yang sebelumnya masih
bercanda perlahan belajar untuk menata sikapnya ketika imam mengucapkan takbir.
Guru-guru menyadari bahwa kekhusyukan adalah proses, bukan
hasil instan. Ada yang sudah serius sejak awal, ada yang perlu waktu untuk
menyesuaikan diri, dan ada pula yang masih belajar mengendalikan diri dari
godaan bercanda. Tetapi semuanya bergerak menuju arah yang benar.
Inilah indahnya pembiasaan: tidak mengharapkan kesempurnaan,
tetapi mengajak untuk terus belajar setiap hari.
Pelajaran Akhlak dalam Setiap Gerakan
Melalui kegiatan ini, siswa mendapatkan banyak nilai
penting:
1. Disiplin Waktu
Salat Zuhur mengajarkan bahwa hidup memiliki batas waktu.
Kewajiban harus didahulukan sebelum kegiatan lainnya.
2. Kebersamaan yang Tulus
Bercanda adalah hal biasa bagi remaja, tetapi saat salat
dimulai, mereka belajar menghormati ibadah bersama.
3. Tanggung Jawab Diri
Siswa dibimbing untuk memahami bahwa kekhusyukan bukan hanya
tuntutan guru, tetapi kebutuhan jiwa mereka sendiri.
4. Pematangan Emosi
Dari sering bercanda menjadi lebih terkendali, dari tidak
serius menjadi mampu menyesuaikan diri—semua adalah tahapan pendewasaan.
Pulang dengan Hati yang Lebih Lapang
Setelah salat selesai, para siswa meninggalkan masjid dengan
hati yang lebih tenang. Bahkan anak-anak yang tadinya bercanda pun sering kali
tampak lebih rileks dan tertib. Orang tua menyambut mereka di rumah dengan
suasana hati yang lebih lembut.
Sekolah yakin bahwa pembiasaan ini adalah investasi moral.
Kelak, anak-anak yang terbiasa menegakkan salat akan lebih mudah diarahkan
menuju kebaikan dan lebih kuat menghadapi tantangan hidup.
Membiasakan Ibadah, Membangun Kepribadian
MTs NU Miftahul Ulum Margasari percaya bahwa pendidikan
karakter tidak lahir dari teori semata, tetapi dari praktik yang konsisten. Dan
pembiasaan salat berjamaah adalah salah satu pilar pembentukan pribadi.
Di usia remaja, bercanda dan bermain adalah hal wajar.
Tetapi dengan bimbingan yang lembut dan telaten, mereka akan tumbuh menjadi
pribadi yang matang, berakhlakul karimah, dan mengetahui kapan harus serius
serta kapan boleh bergembira.
Sebagaimana cahaya lilin yang menerangi dalam kesunyian,
demikian pula diharapkan para siswa kelak menjadi penerang bagi lingkungan
mereka—tumbuh dengan kecerdasan, kesantunan, dan ketakwaan.



